Pokok-pokok Liberalisme
Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property).[2] Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. [2] Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.[2]
Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)[2]
Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)[2]
Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.[2]
Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)[2]
Negara hanyalah alat (The State is Instrument). [2] Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. [2] Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.[2]
Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).[2] Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.[2]
[sunting] Dua Masa Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. [2] Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. [2] Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16. [2] Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. [2] Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. [2] Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. [2] Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.[2]
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. [2] Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). [2] Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan. [2] Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.[4]
[sunting] Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan Perkembangan Liberalisme Klasik
Tokoh yang memengaruhi paham Liberalisme Klasik cukup banyak – baik itu dari awal maupun sampai taraf perkembangannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pandangan yang relevan dari tokoh-tokoh terkait mengenai Liberalisme Klasik.
Marthin Luther dalam Reformasi Agama
Gerakan Reformasi Gereja pada awalnya hanyalah serangkaian protes kaum bangsawan dan penguasa Jerman terhadap kekuasaan imperium Katolik Roma. [5] Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007). Pada saat itu keberadaan agama sangat mengekang individu. [5] Tidak ada kebebasan, yang ada hanyalah dogma-dogma agama serta dominasi gereja. [5] Pada perkembangan berikutnya, dominasi gereja dirasa sangat menyimpang dari otoritasnya semula. [5] Individu menjadi tidak berkembang, kerena mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh Gereja bahkan dalam mencari penemuan ilmu pengetahuan sekalipun. [5] Kemudian timbullah kritik dari beberapa pihak – misalnya saja kritik oleh Marthin Luther; seperti : adanya komersialisasi agama dan ketergantungan umat terhadap para pemuka agama, sehingga menyebabkan manusia menjadi tidak berkembang; yang berdampak luas, sehingga pada puncaknya timbul sebuah reformasi gereja (1517) yang menyulut kebebasan dari para individu yang tadinya “terkekang”.[5]
John Locke dan Hobbes; konsep State of Nature yang berbeda
Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan konsep negara alamaiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of Nature. [6] Namun dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. [6] Jika ditinjau dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda. [6] Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa dalam ‘’State of Nature’’, individu itu pada dasarnya jelek (egois) – sesuai dengan fitrahnya. [6] Namun, manusia ingin hidup damai. [6] Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru – suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa). [6] Sedangkan John Locke (1632 – 1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti ‘membeli kucing dalam karung’. [6] Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional. [6] Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. [6] Inti dari terbentuknya Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. [6] Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara menjadi terbatas – hanya sebagai “penjaga malam” atau hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik. [6]
Adam Smith
Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mahzab ekonomi klasik merupakan dasar sistem ekonomi kapitalis. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, haluan pandangan yang mendasari seluruh pemikiran mahzab klasik mengenai masalah ekonomi dan politik bersumber pada falsafah tentang tata susunan masyarakat yang sebaiknya dan seyogyanya didasarkan atas hukum alam yang secara wajar berlaku dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pemikir ekonomi klasik adalah Adam Smith (1723-1790). Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan ekonomi yang sangat luas, oleh Sumitro Djojohadikusumo dirangkum menjadi tiga kelompok pemikiran. Pertama, haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari falsafah politik, kedua, perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan kekuatan-kekuatan yang manakah yang menentukan nilai dan harga barang. Ketiga, pola, sifat, dan arah kebijaksanaan negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat. Singkatnya, segala kekuatan ekonomi seharusnya diatur oleh kekuatan pasar dimana kedudukan manusia sebagai individulah yang diutamakan, begitu pula dalam politik.
John Locke adalah filsuf dari Inggris dengan pandangan empirismenya yang terkenal. Sepanjang hidupnya mulai dari tahun 1632 hingga 1704, John Locke dikenal sebagai tokoh yang memberikan titik terang dalam perkembangan psikologi terutama dalam teorinya tentang gejala kejiwaan bahwa pada awalnya manusia itu dilahirkan dalam keadaan bersih.
Disamping itu, John Locke juga dikenal mempopulerkan sebuah teori yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan politik di Inggris pada zamannya. Pada saat itu, John Locke berpendapat bahwa dulunya, secara alami, manusia itu hidup tanpa organisasi pemerintahan, kemasyarakatan, ataupun dewan legislasi seperti yang ada sekarang (Gutek, 1995). Menurutnya, setiap orang memiliki hak untuk hidup, merdeka, dan memiliki sesuatu. Namun, karena kebutuhan hidup yang semakin kompleks, manusia pada akhirnya menyadari akan betapa pentingnya membentuk suatu badan pemerintahan yang menjamin hak-hak mereka secara komunitas. Badan ini, yang belakangan disebut pemerintah, berfungsi mengatur hajat hidup orang banyak agar tidak terjadi pelanggaran sosial antar sesama. Rakyat dari suatu pemerintahan berhak mengajukan keberatan jika pemerintah yang mereka tunjuk tidak bisa menjalankan roda pemerintahan dengan baik.
menurut John Locke, yang saat itu mengkritisi sistem kerajaan Inggris, raja juga termasuk orang yang harus mematuhi kontrak sosial dan boleh ditentang jika dianggap melanggar kontrak tersebut. Pemahaman inilah yang belakangan menjadi alasan lepasnya Amerika bagian utara dari koloni Inggris. Thomas Jefferson adalah orang yang dianggap bertanggung jawab dalam "meminjam" teori yang pernah dikemukakan oleh Locke. Jefferson mendeklarasikan kemerdekaan Amerika Utara dengan alasan bahwa Raja George III, raja Inggris saat itu, tidak lagi menjalankan kontrak sosial yang berhubungan dengan hak-hak rakyat koloninya di Amerika Utara. Moment ini adalah titik awal dimana koloni Inggris di Amerika Utara memulai sejarah barunya menjadi negara baru yang kini dikenal dengan Amerika Serikat dan Canada.
Gambaran di atas adalah bukti bahwa sebenarnya kebebasan menentukan nasib sendiri memang sudah diakui oleh manusia sejak ratusan, bahkan mungkin, ribuan tahun yang lalu. Manusia diturunkan ke dunia ini tidaklah lain tetapi untuk menjadi khalifah di muka bumi. Manusia tidak diturunkan untuk menjadi perusak di muka bumi, namun untuk menjadi makhluk yang mampu membangun dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya. Namun demikian, perkembangan yang saat ini kita saksikan di dunia justru malah menunjukkan bahwa manusia sudah berbalik menjadi mesin perusak. Banyak sekali kita melihat pemimpin yang dengan sekejap berubah menjadi diktator atau drakula penghisap darah bagi rakyatnya. Sudah sangat sulit kita menemukan tempat di dunia ini yang menerapkan praktik kehidupan seperti apa yang pernah dikemukakan oleh Locke.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Labels
- (Detikcom) (1)
- news (6)
- Organisasi dan Metode (4)
- sepakbola (1)
- tu (1)
- tugas (8)
- Tulisan Lepas (2)
Blog Archive
Mengenai Saya
- Bilalprasetiyo
- saya adalah seorang yang mempunyai pribadi yang simpel tetapi mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap suatu pekerjaannya.
Pengikut
Pembaca
Wp Theme by Promiseringsdesigns | Blogger Template by Anshul
2 komentar:
pengertian ekonomi menurut john locke ada?...
pandangan john locke ada tak ? please help me
Posting Komentar